Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Konflik Timur Tengah Luksemburg Malta Monako Palestina

    Total 8 Negara Barat Ramai-ramai Akui Negara Palestina, Terbaru Luksemburg, Malta, dan Monako - SindoNews

    3 min read

      Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah, 

    Total 8 Negara Barat Ramai-ramai Akui Negara Palestina, Terbaru Luksemburg, Malta, dan Monako

    Selasa, 23 September 2025 - 12:09 WIB

    Sudah 8 negara Barat yang ramai-ramai mengakui Negara Palestina, dengan yang terbaru dari Luksemburg, Malta, dan Monako. Foto/ME via Luxembourg Times
    A
    A
    A
    NEW YORK - Luksemburg, Malta, dan Monako secara resmi mengakui Negara Palestina di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin. Ketiganya menjadikan total 8 negara Barat yang membuat pengakuan seperti itu, setelah sebelumnya Inggris, Kanada, Australia, Portugal, dan Prancis.

    "Ini adalah awal dari komitmen baru terhadap harapan, komitmen terhadap diplomasi, dialog, koeksistensi, dan solusi dua negara. Pada gagasan yang rapuh, tetapi masih mungkin, bahwa perdamaian dapat terwujud," ujar Perdana Menteri Luksemburg, Luc Frieden, dalam Sidang Umum PBB.

    "Ada momen-momen dalam sejarah ketika tujuan perdamaian menuntut kejelasan moral dan keberanian politik," katanya, seraya menambahkan bahwa keputusan itu "bukanlah keputusan yang merugikan Israel atau rakyatnya."

    Baca Juga: Prancis Resmi Akui Negara Palestina, Israel Makin Murka

    Andorra dan Belgia menyatakan bahwa mereka akan mengakui Negara Palestina setelah semua sandera Israel dibebaskan dan ketika Hamas tidak lagi berkuasa di Gaza.

    “Pelaksanaan hubungan diplomatik yang efektif dengan negara Palestina yang baru, termasuk pembukaan kedutaan Belgia dan penyelesaian perjanjian internasional, akan dilaksanakan setelah tujuan Deklarasi New York tercapai,” ujar Perdana Menteri Belgia, Bart De Wever.

    Sebelumnya, dalam wawancara Senin dengan CNN, Frieden membingkai rencana pengakuan negaranya atas Negara Palestina sebagai langkah menuju tercapainya solusi dua negara.

    Wawancara tersebut menyusul unggahan yang dibagikan Frieden di X, di mana dia menyatakan telah menjelaskan posisi Luksemburg terkait solusi dua negara kepada Presiden Israel Isaac Herzog dan Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammad Mustafa.

    Pekan lalu, Frieden, bersama Menteri Luar Negeri Xavier Bettel, mengumumkan niat mereka untuk mengakui Negara Palestina.

    Berbicara kepada Becky Anderson dari CNN, Frieden mengatakan, “Saat ini, kita melihat Perdana Menteri Netanyahu tidak menginginkan Negara Palestina. Hamas tidak menginginkan Negara Palestina yang demokratis. Dan itulah mengapa kami pikir sekarang adalah saat yang tepat untuk memberikan solusi dua negara kesempatan kedua.”

    Dia mengaku Luksemburg telah berdiskusi dengan negara-negara lain, dan bahwa pengakuan Negara Palestina akan disertai dengan syarat-syarat tertentu, seperti akan adanya Pemilu di Tepi Barat dan Gaza.

    Dia kemudian mencatat dalam wawancara tersebut bahwa hal-hal seperti pembebasan sandera Israel oleh Hamas bukanlah syarat pengakuan, melainkan “elemen-elemen” yang menyertai pengakuan Luksemburg. "Karena kita tidak dapat membuat keputusan kita bergantung pada Hamas, karena Hamas adalah organisasi teroris, dan mereka tidak menginginkan Negara Palestina yang demokratis," ujarnya.

    Frieden menekankan bahwa dia mengambil langkah-langkah ini untuk mencapai Negara Palestina yang demokratis, dengan mengatakan, "Pengakuan ini bukanlah akhir dari sebuah proses. Melainkan awal dari sebuah proses.”

    Kemudian pada hari yang sama, di Sidang Umum PBB, Perdana Menteri Malta Robert Abela mengatakan bahwa solusi dua negara akan menjadi "hasil terburuk yang mungkin terjadi" bagi Hamas.

    "Jika rakyat Palestina dapat melihat jalan damai dan realistis menuju kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri, hal itu secara fatal melemahkan seruan tegas Hamas," kata Abela.

    Frieden juga menyoroti ketidakpuasannya terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan perang Israel di Gaza, dengan mengeklaim bahwa apa yang terjadi di Gaza merupakan "pelanggaran hukum humaniter internasional".

    Frieden turut menyinggung kemungkinan sanksi terhadap Israel jika negara itu mengambil langkah-langkah menuju aneksasi Tepi Barat, tidak menyetujui gencatan senjata, atau tidak memfasilitasi cukup bantuan ke Gaza.

    "Kami mengambil keputusan yang menentang tindakan pemerintahan Perdana Menteri Netanyahu yang tidak kami setujui, karena tindakan tersebut bertentangan dengan tatanan internasional yang berbasis aturan," katanya.

    "Yang bisa kita lakukan di tingkat Eropa adalah bersiap menghadapi sanksi jika tidak ada gencatan senjata, jika tidak ada pengembalian bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan rakyat di Gaza.”

    Di akhir wawancara, Frieden mencatat bahwa dia berharap lebih banyak negara Arab di Timur Tengah mengakui Negara Israel sebagai langkah yang sejalan dengan pengakuan Eropa atas Negara Palestina.

    “Saya juga mengandalkan negara-negara Arab untuk mendukung hak eksistensi Israel yang bebas dan demokratis. Hal itu juga sangat penting dalam proses ini,” ujarnya. “Ini bukan proses sepihak. Ini adalah dorongan dari komunitas internasional.”

    Frieden tidak menyebutkan tekanan atau tindakan apa yang dia ambil untuk mendorong negara-negara Arab agar mengakui Negara Israel.
    (mas)
    Komentar
    opsiarena lainnya
    Additional JS