Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Kim Jong-un Korea Utara Nuklir

    Kim Jong-un Mau Berunding dengan Trump Asalkan Tak Dipaksa Luncuti Senjata Nuklir Korut - SindoNews

    3 min read

      Dunia Internasional, 

    Kim Jong-un Mau Berunding dengan Trump Asalkan Tak Dipaksa Luncuti Senjata Nuklir Korut

    Senin, 22 September 2025 - 13:47 WIB 

    Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersedia berunding dengan Presiden AS Donald Trump asalkan dirinya tak dipaksa melucuti senjata nuklir Korea Utara. Foto/KCNA
    A
    A
    A
    PYONGYANG - Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara (Korut), mengatakan dia memiliki "kenangan indah" dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dia pun terbuka untuk perundingan di masa mendatang jika Pyongyang tidak dipaksa untuk melucuti senjata nuklir atau denuklirisasi.

    Kim Jong-un bertemu Trump tiga kali dalam pertemuan puncak tingkat tinggi selama masa jabatan pertama Trump, sebelum perundingan di Hanoi gagal pada tahun 2019 mengenai konsesi apa yang bersedia diberikan Pyongyang terkait persenjataan nuklirnya.

    Tuntutan AS agar Kim menyerahkan senjata terlarangnya telah lama menjadi titik perdebatan antara kedua negara, dengan Pyongyang dikenai serangkaian sanksi PBB berturut-turut atas program rudal dan senjata nuklirnya.

    Baca Juga: Pasukan Khusus AS Gagal Sadap Kim Jong-un, Trump: Saya Tak Tahu Apa-apa Tentang Itu

    "Jika Amerika Serikat membuang obsesi delusifnya terhadap denuklirisasi dan, berdasarkan pengakuan realitas, sungguh-sungguh menginginkan koeksistensi damai dengan kami, maka tidak ada alasan kami tidak dapat mewujudkannya," kata Kim Jong-un, yang dilansir Korean Central News Agency (KCNA), Senin (22/9/2025).

    "Saya pribadi masih menyimpan kenangan indah tentang presiden AS saat ini, Trump," imbuh Kim Jong-un, dalam pidatonya yang panjang lebar di hadapan Parlemen Korut.

    Sejak pertemuan tingkat tinggi 2019 yang gagal, Korea Utara telah berulang kali mengatakan tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklirnya dan mendeklarasikan dirinya sebagai negara nuklir yang tidak dapat diubah.

    Kim Jong-un menegaskan kembali bahwa denuklirisasi bukanlah sebuah pilihan.

    "Dunia sudah tahu betul apa yang dilakukan Amerika Serikat setelah memaksa suatu negara untuk menyerahkan senjata nuklirnya dan melucuti senjatanya," ujarnya.

    "Kami tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklir kami," imbuh dia.

    Kim Jong-un mengatakan, "Sanksi justru membantu Korea Utara untuk tumbuh lebih kuat, membangun ketahanan dan perlawanan yang tidak dapat dihancurkan oleh tekanan apa pun."

    Dia menambahkan bahwa dia tidak punya alasan untuk duduk bersama Korea Selatan, meskipun presiden baru di Seoul, Lee Jae-myung, telah berusaha meredakan ketegangan dengan Korea Utara.

    "Kami menegaskan bahwa kami tidak akan berurusan dengan mereka dalam bentuk apa pun," ujarnya.

    Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir telah menyatakan Korea Selatan sebagai musuh utamanya dan meledakkan jalur kereta api dan jalan yang menghubungkan kedua negara.

    "Pembenaran yang panjang dan terperinci mencerminkan keyakinan dan keputusasaan yang seimbang," kata Yang Moo-jin, mantan presiden niversity of North Korean Studies di Seoul, kepada AFP.

    "Meskipun secara lahiriah ditujukan kepada kekuatan asing, pidato tersebut membawa pesan domestik yang kuat, yang berupaya mencegah ketidakstabilan," kata Yang.

    Kim Jong-un semakin berani karena perang di Ukraina, menurut para analis, dan berhasil mendapatkan dukungan penting dari Rusia setelah mengirim ribuan pasukan Korea Utara untuk bertempur bersama Moskow.

    Korea Utara telah menjadi salah satu sekutu utama Rusia sejak Moskow menginvasi Ukraina tiga setengah tahun yang lalu, mengirimkan ribuan tentara dan kontainer berisi senjata untuk membantu Kremlin mengusir pasukan Ukraina dari Rusia barat, menyusul serangan mendadak Kyiv tahun lalu.

    Moskow dan Pyongyang menandatangani pakta pertahanan bersama tahun lalu ketika Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi negara tertutup itu.

    Seoul telah berulang kali memperingatkan bahwa Rusia sedang meningkatkan dukungan untuk Pyongyang, termasuk potensi transfer teknologi militer Rusia yang sensitif.

    Trump diperkirakan akan mengunjungi Korea Selatan bulan depan, ketika negara tersebut menjadi tuan rumah Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di kota Gyeongju.

    "Waktu penyampaian pernyataan tersebut, tepat sebelum kunjungan Trump ke Korea Selatan untuk menghadiri KTT APEC, tampaknya telah direncanakan," ujar Lim Eul-chul, pakar dari Universitas Kyungnam, Korea Selatan.

    "Pernyataan tersebut mengisyaratkan kemungkinan pertemuan puncak yang mengejutkan, sekaligus menunjukkan kerinduan Trump yang sudah diketahui publik akan Hadiah Nobel."
    (mas)
    Komentar
    opsiarena lainnya
    Additional JS