Akui Negara Palestina, Inggris Perbarui Peta: Tak Lagi 'Wilayah yang Diduduki' - Kumparan
Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Akui Negara Palestina, Inggris Perbarui Peta: Tak Lagi 'Wilayah yang Diduduki'
Pemerintah Inggris telah mengakui kedaulatan negara Palestina. Pengakuan ini berimbas pada pembaruan peta Palestina yang dilansir Kemlu Inggris.
Seiring dengan pencaplokan wilayah Palestina oleh Israel, Inggris selama ini menamai wilayah Palestina di Tepi Barat dan Gaza sebagai Occupied Palestinian Territories (OPT) atau Wilayah Palestina yang Diduduki.
Kini setelah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat, Inggris menamai Tepi Barat dan Gaza sebagai "Palestina", tak lagi OPT.
“Halaman ini telah diperbarui dari 'Occupied Palestinian Territories' menjadi 'Palestina’,” tulis Kemlu Inggris di websitenya, seraya mengunggah peta baru tersebut.

Pengakuan Inggris terhadap Palestina diumumkan pada Minggu (21/9) jelang Sidang Umum PBB.
"Menghadapi kengerian yang semakin meningkat di Timur Tengah, kami bertindak untuk menjaga kemungkinan perdamaian dan solusi dua negara," kata PM Keir Starmer dalam sebuah pernyataan video.
Pengakuan Inggris terhadap Palestina membuat Israel naik darah dan menyebutnya “tidak masuk akal”. Israel bersikeras takkan pernah ada negara Palestina.
Pengakuan Inggris terhadap Palestina mendapat tanggapan beragam di dunia maya. Tak sedikit yang mengunggah peta utuh Palestina sebelum diduduki Israel.
Peran Inggris dalam Pendirian Israel di Palestina

Inggris berperan sentral dalam pendirian negara Israel di wilayah Palestina. Hal ini dimulai pada masa Mandat Britania atas Palestina (1920–1948).
Setelah jatuhnya Kekaisaran Usmaniyah (Ottoman), Liga Bangsa-Bangsa memberi Inggris mandat untuk mengelola wilayah Palestina.
Pada 1917, Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour, yang menyatakan dukungan atas pembentukan "tanah air nasional bagi bangsa Yahudi" di Palestina.
Inggris kala itu ingin mendapatkan dukungan dari Yahudi internasional dan memperluas pengaruh Inggris di Timur Tengah.
Kebijakan Inggris ini mendorong imigrasi Yahudi besar-besaran ke Palestina, menimbulkan ketegangan dengan penduduk Arab setempat yang merasa tanah mereka diambil alih.

Menjelang akhir mandatnya, Inggris gagal menengahi konflik antara komunitas Yahudi dan Arab yang semakin keras. Pada 1947, masalah ini akhirnya diserahkan ke PBB yang mengusulkan pembagian Palestina menjadi dua negara: Yahudi dan Arab.
Inggris kemudian menarik diri pada 1948, membuka jalan bagi proklamasi negara Israel pada 14 Mei 1948. Penarikan Inggris sekaligus meninggalkan konflik yang belum terselesaikan, yang hingga kini masih berlanjut antara Israel dan Palestina.
Adapun agresi Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih 65 ribu orang dan melukai lebih 150 ribu orang.
