Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat Donald Trump Dunia Internasional Featured India Tarif Impor

    Trump Kerek Tarif Impor 50%, Hubungan AS-India di Titik Terburuk | SINDOnews

    5 min read

     Dunia Internasional, 

    Trump Kerek Tarif Impor 50%, Hubungan AS-India di Titik Terburuk | Halaman Lengkap

    logo-apps-sindo

    Makin mudah baca berita nasional dan internasional.

    Kamis, 07 Agustus 2025 - 21:04 WIB

    Trump Kerek Tarif Impor...

    Perdana Menteri India Narendra Modi dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada tahun 2017. FOTO/AP

    JAKARTA 

    - Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump resmi menaikkan tarif impor terhadap India hingga 50% menjadikannya negara dengan beban tarif tertinggi dalam kebijakan perdagangan Washington saat ini. Langkah ini dinilai sebagai pukulan besar bagi hubungan kedua negara yang selama ini disebut-sebut sebagai "mitra strategis".

    Tarif baru itu diumumkan Rabu waktu setempat dan berlaku untuk sejumlah produk India, terutama terkait pembelian minyak dari Rusia. Kenaikan ini terjadi menyusul penambahan tarif 25% dari kebijakan sebelumnya. Para pengamat menilai keputusan ini menunjukkan kecenderungan Trump untuk memprioritaskan "onshoring" dibandingkan pendekatan "friend-shoring".

    "Ini adalah momen yang sangat sulit, mungkin yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir bagi hubungan India-AS," ujar Wakil Presiden Strategi dan Riset di Asia Pacific Foundation of Canada, Vina Nadjibulla, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (7/8).

    Baca Juga: AS Resmi Kenakan Tarif Impor Baru 19% ke Indonesia Mulai Hari Ini

    Ia menambahkan bahwa kegagalan perundingan perdagangan telah mengejutkan banyak pihak dan memperburuk posisi India di mata Washington. Presiden Trump bahkan secara terbuka mengancam akan menghukum India atas keputusannya tetap membeli minyak dan senjata dari Rusia.

    Dalam pernyataannya pekan lalu, Trump menyebut India sebagai salah satu "ekonomi yang mati" akibat kebuntuan negosiasi dagang. Tahun lalu, nilai perdagangan bilateral antara AS dan India tercatat sekitar USD212 miliar dengan defisit sekitar 46 miliar dolar AS yang menguntungkan India. Perdana Menteri Narendra Modi sebelumnya menargetkan peningkatan nilai perdagangan hingga USD500 miliar dalam lima tahun ke depan.

    India telah menawarkan beberapa konsesi dalam perundingan, termasuk penghapusan bea masuk atas barang industri AS dan peningkatan pembelian sektor energi dan pertahanan. Namun, India tetap menolak membuka pasar untuk produk pertanian dan susu dari AS, sektor yang sangat sensitif secara politik dan menyangkut kehidupan jutaan warga miskin.

    Perbedaan persepsi antara kedua negara juga memperburuk ketegangan, termasuk terkait peran Trump dalam meredakan konflik antara India dan Pakistan pada Mei lalu. Sementara Trump mengklaim berperan dalam gencatan senjata, India membantah keterlibatan tersebut dan menegaskan bahwa tidak ada komunikasi antara Trump dan Modi saat konflik berlangsung.

    Pakistan bahkan secara terbuka menyampaikan apresiasi kepada Trump dan berencana mengusulkannya sebagai penerima Nobel Perdamaian. Negara itu juga telah meneken kesepakatan dengan AS untuk kerja sama eksplorasi mineral dan energi.

    Direktur Inisiatif Asia Selatan di Asia Society Policy Institute, Farwa Aamer, menilai bahwa kebijakan tarif baru ini akan menguji arah kebijakan luar negeri India ke depan.

    "Pertanyaannya sekarang adalah apakah India akan tetap tumbuh bersama AS, tanpa mengorbankan hubungannya dengan Rusia yang telah menjadi mitra strategis sejak lama," katanya.

    Baca Juga: China Tak Kurang Akal, BRICS Diajak Ambil Jalan Pintas Hindari Tarif AS

    Pemerintah India dalam pernyataan resminya menyebut kebijakan tarif tersebut sebagai "tidak adil, tidak beralasan, dan tidak masuk akal". India menegaskan bahwa kebijakan pembelian minyak dari Rusia didasarkan pada kebutuhan mendesak untuk memenuhi konsumsi energi dalam negeri.

    Namun demikian, India juga berusaha menjaga wibawa di kancah global. "India tidak ingin terlihat lemah. Negara ini akan tetap menjadikan keamanan nasional sebagai pijakan utama dalam kebijakan luar negerinya," ujar Aamer.

    Robert Rogowsky, profesor perdagangan internasional di Middlebury Institute of International Studies, memprediksi akan muncul upaya diplomasi kreatif dalam waktu dekat untuk memperbaiki relasi kedua negara. "Kedua pihak akan berusaha menambal keretakan ini melalui diplomasi yang cermat," ujarnya.

    (nng)

    wa-channel

    Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari

    Follow

    Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,

     Klik Disini 

    untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!

    Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya

    Infografis

    Demo Menentang Presiden...

    Demo Menentang Presiden AS Donald Trump Digelar di Penjuru Dunia

    Komentar
    Additional JS