Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Amerika Serikat Dunia Internasional Featured Tarif Impor

    Tarif Trump Bawa Petaka: Produksi Pabrik Seret, Ekonomi AS Melambat Tajam - Halaman all - TribunNews

    5 min read

      Dunia Internasional, 

    Tarif Trump Bawa Petaka: Produksi Pabrik Seret, Ekonomi AS Melambat Tajam - Halaman all - TribunNews

    TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan tarif “America First 2.0” yang digagas Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump belakangan mulai mengguncang jantung perekonomian Negeri Paman Sam.

    America First 2.0 adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebijakan ekonomi, perdagangan, dan politik luar negeri Donald Trump pada masa jabatan keduanya di tahun 2025.

    Lewat kebijakan ini, tarif sebesar 10 persen akan dikenakan pada semua barang impor dengan dalih untuk menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat (AS) dari “ketergantungan global”.

    Melalui America First 2.0, Trump ingin menghidupkan kembali pabrik-pabrik di AS, memberikan prioritas pada pekerja kelahiran dalam negeri, serta mengurangi ketergantungan pada impor dari Tiongkok, Meksiko, dan negara lain

    Namun pascakebijakan diberlakukan, data ekonomi terbaru menunjukkan perlambatan signifikan terjadi di berbagai sektor, hingga menekan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

    Laporan ketenagakerjaan terbaru menunjukkan AS hanya menambah 73.000 lapangan kerja pada Juli, jauh di bawah proyeksi 115.000.

    Penambahan terbesar hanya terjadi di sektor kesehatan dengan 55.000 pekerjaan baru, sementara sektor layanan sosial menambah 18.000.

    Sebaliknya, sektor manufaktur, perdagangan grosir, konstruksi, hingga pariwisata stagnan di tengah tekanan tarif dan penurunan permintaan.

    Tak hanya itu perusahaan-perusahaan di AS juga memangkas 62.075 pekerjaan bulan lalu, naik 29 persen dibanding bulan sebelumnya dan 140 persen lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Menurut laporan Challenger, Gray & Christmas, pemangkasan terbesar terjadi di sektor teknologi, pemerintahan, dan ritel.

    Baca juga: India Kena Tarif Trump 25 Persen, PM Narendra Modi Dicerca Oposisi

    Situasi kian rumit ketika Departemen Tenaga Kerja merilis revisi tajam terhadap laporan pekerjaan bulan Mei dan Juni.

    Penambahan lapangan kerja Juni, yang sebelumnya dilaporkan 147.000, direvisi turun menjadi hanya 14.000, sementara data Mei turun dari 144.000 menjadi 19.000.

    Revisi ini menghantam klaim Gedung Putih bahwa kebijakan Trump memicu ledakan lapangan kerja di awal masa jabatannya.

    Manufaktur Tersendat, Tarif Jadi Sorotan

    Efek kebijakan Trump tak hanya memicu pemecatan massal, mengutip data Al Jazeera, produksi industri AS juga mengalami tekanan, hanya naik 0,3 persen pada Juni setelah stagnan dua bulan sebelumnya.

    Sektor otomotif bahkan turun 2,6 persen akibat permintaan yang melemah di tengah tarif baru. Output pertambangan juga terkoreksi 0,3 persen.

    Para analis menilai kebijakan tarif Trump menjadi faktor utama perlambatan. Sejak April, Gedung Putih menerapkan tarif menyeluruh 10 persen untuk semua negara, di luar pungutan tambahan pada baja, mobil, dan produk strategis lainnya.

    Meski pendapatan tarif pemerintah meningkat hingga lebih dari 100 miliar dolar, biaya impor akhirnya dibebankan ke konsumen.

    Yang pada akhirnya mendorong raksasa peritel Walmart, produsen mainan Mattel, hingga produsen otomotif seperti Ford menaikkan harga produk akibat tekanan tarif tersebut.

    Lapangan Kerja Teknologi Tertekan AI

    Sektor teknologi juga mengalami pukulan besar. Data menunjukkan gelombang PHK baru-baru ini bukan hanya akibat tarif, tetapi juga kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Perusahaan besar seperti IBM, Duolingo, hingga Axel Springer melakukan pemangkasan karyawan yang dikaitkan langsung dengan otomatisasi berbasis AI.

    Hal ini terjadi lantaran kebijakan tarif dan proteksionisme America First 2.0 mendorong perusahaan teknologi untuk beralih ke AI lebih cepat.

    Bukan hanya karena alasan inovasi, tetapi karena tekanan biaya, keterbatasan tenaga kerja asing, dan ketidakpastian ekonomi.

    Hasilnya, lapangan kerja teknologi untuk manusia berkurang drastis, sementara otomatisasi dan kecerdasan buatan mengambil alih.

    Pertumbuhan Upah Melambat

    Indikator lain yang memicu kekhawatiran adalah perlambatan laju pertumbuhan upah.

    Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja, kenaikan upah hanya 0,3 persen pada Juli dibanding bulan sebelumnya. Secara tahunan, upah tumbuh 3,9 persen – masih di atas inflasi – namun melambat dibanding awal tahun.

    Perlambatan laju upah terjadi lantaran kebijakan tarif menyeluruh yang diterapkan melalui America First 2.0 menaikkan harga bahan baku dan komponen impor. 

    Perusahaan di berbagai sektor, terutama manufaktur dan teknologi, harus mengalokasikan dana tambahan untuk menutup biaya produksi. Akibatnya, ruang untuk menaikkan gaji pekerja menjadi lebih sempit.

    Tak hanya itu, perusahaan tak segan untuk membatasi bonus tahunan. Ini menyebabkan tren pertumbuhan upah melambat dibanding awal tahun.

    Tekanan biaya, PHK massal, dan ketidakpastian pasar tenaga kerja membuat perusahaan lebih berhati-hati dalam menaikkan gaji. Jika tidak diantisipasi, hal ini bisa menjadi pemicu perlambatan ekonomi yang lebih dalam.

    (Tribunnews.com / Namira)

    Komentar
    Additional JS