Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Kelaparan Kesehatan Kolera Sudan

    Sudan di Ambang Kehancuran: Kelaparan di Tengah Perang, Wabah Kolera Mulai Merajalela - Halaman all - TribunNews

    5 min read

      Dunia Internasional ,Kesehatan 

    Sudan di Ambang Kehancuran: Kelaparan di Tengah Perang, Wabah Kolera Mulai Merajalela - Halaman all - TribunNews

    TRIBUNNEWS.COM - World Health Organization (WHO) melaporkan kelaparan sudah terjadi di beberapa wilayah Sudan, di mana 25 juta orang mengalami krisis pangan akut dan hampir ditemukan sebanyak 100.000 kasus kolera sejak Juli 2025 lalu.

    Kondisi buruk ini berlangsung di tengah-tengah konflik perang saudara antara Tentara Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan Rapid Support Forces (RSF), yang mulai meletus, pada 15 April 2023 lalu.

    RSF mendominasi wilayah barat Sudan di mana pemotongan dana menghambat bantuan kemanusiaan masuk.

    “Kekerasan yang tak henti-hentinya telah mendorong sistem kesehatan Sudan ke ambang kehancuran, menambah krisis yang ditandai oleh kelaparan, penyakit, dan keputusasaan,” kata Ilham Nour, Petugas Darurat Senior WHO, dikutip dari Reuters, Sabtu (9/8/2025).

    Kondisi tersebut membuat krisis kelaparan dan penyakit menular menyerang Sudan di tengah-tengah perang.

    “Kelaparan memperparah beban penyakit,” tambahnya.

    Diperkirakan sekitar 770.000 anak di bawah usia 5 tahun akan menderita gizi buruk akut parah tahun ini.

    Baca juga: 10 Negara Tertua dan Termuda di Dunia: Iran Berdiri Tahun 2600 SM, Sudan Selatan Didirikan pada 2011

    Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan penyakit kolera juga diperkirakan akan menyerang Sudan di kamp pengungsi Darfur di Chad Timur.

    Kolera merupakan infeksi bakteri yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami dehidrasi akibat diare parah. 

    Penyakit ini biasanya ditularkan melalui air yang terkontaminasi di daerah padat penduduk tanpa sanitasi yang memadai. 

    Jika tidak segera ditangani, kolera dapat berakibat fatal hanya dalam beberapa jam saja.

    Wabah kolera sudah menyerang pemukiman pengungsi Dougi dan menyebabkan terjadinya 264 kasus dengan total 12 kematian.

    Hal tersebut disampaikan oleh  Patrice Ahouansou, koordinator situasi United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di wilayah tersebut.

    Ia mendesak untuk segera dilakukan peningkatan penanganan pengungsi mengingat nyawa mereka sangat terancam.

    “Tanpa tindakan mendesak, termasuk meningkatkan akses ke perawatan medis, air bersih, sanitasi, kebersihan, dan yang paling penting, relokasi dari perbatasan, banyak nyawa terancam,” kata Ahouansou dalam briefing di Jenewa.  

    Minggu ini, UNHCR menyatakan bahwa dana darurat untuk membantu ratusan ribu pengungsi di Uganda akan habis bulan depan kecuali ada dukungan tambahan, karena krisis pendanaan mengancam program-program bagi orang-orang yang melarikan diri dari SudanSudan Selatan, dan Republik Demokratik Kongo.

    Dilansir dari Reuters, seorang dokter yang meminta namanya tidak disebutkan demi keselamatannya mengatakan, bahwa kelaparan merupakan masalah yang lebih besar daripada serangan artileri.

    Baca juga: Serangan Drone dan Ledakan Hebat Guncang Port Sudan, RSF Dituding Jadi Dalang

    “Anak-anak kekurangan gizi, orang dewasa juga kekurangan gizi. Bahkan saya sendiri hari ini belum sarapan karena tidak menemukan apa-apa,” ujarnya.

    RSF diketahui memblokir dan menyerang pembawa pasokan makanan dan bantuan yang mencoba mencapai kota.

    Banyak orang terpaksa makan jerami atau ambaz, jenis pakan ternak yang terbuat dari kulit kacang tanah, kata warga kepada Reuters. 

    Apa yang terjadi di Sudan?

    Perang yang terjadi antara tentara Sudan dan RSF meledak pada April 2023 ketika mantan sekutu tersebut bentrok terkait rencana integrasi pasukan mereka.

    SAF dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, penguasa de facto Sudan, sementara RSF, pasukan paramiliter, dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti).

    RSF sempat berhasil menguasai wilayah tengah Sudan, termasuk di dalamnya adalah ibu kota Khartoum.

    Namun, tentara Sudan pada akhirnya dapat menaklukan RSF dan memaksa mereka mundur ke barat pada tahun ini.

    Hal tersebut menyebabkan eskalasi pertempuran di al-Fashir dan ratusan ribu penduduk terpaksa mengungsi di kamp-kamp akibat serangan yang terjadi.

    Hingga pada akhirnya mereka harus menghadapi badai kelaparan saat ini.

    (mg/Rohmah Tri Nosita)

    Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

    Komentar
    Additional JS