Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Dunia Internasional Featured Korea Selatan

    Generasi Muda Korea Selatan Tak Lagi Tertarik dengan Reunifikasi dengan Korea Utara | SINDOnews

    4 min read

      Dunia Internasional, 

    Generasi Muda Korea Selatan Tak Lagi Tertarik dengan Reunifikasi dengan Korea Utara | Halaman Lengkap

    Generasi muda Korea Selatan tak lagi tertarik dengan Reunifikasi dengan Korea Utara. Foto/X/@deulkilkka22259

    SEOUL 

    - Generasi muda di

     Korea Selatan 

    semakin acuh tak acuh terhadap gagasan reunifikasi dengan Korea Utara. Mereka menganggap reunifikasi sebagai beban ekonomi dan tidak relevan secara politik bagi masa depan mereka.

    Pergeseran ini terjadi meskipun telah terjadi beberapa dekade upaya pendekatan politik dan normalisasi sejak gencatan senjata tahun 1953 yang mengakhiri pertempuran aktif dalam Perang Korea.

    Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dan berakhirnya kekuasaan kolonialnya atas Korea, semenanjung Korea terbagi antara wilayah pengaruh AS dan Soviet.

    Pada tahun 1948, Korea Utara mendeklarasikan kemerdekaan di bawah Kim Il-sung, sementara Korea Selatan, yang didukung oleh Washington, didirikan sebagai republik.

    Perang Korea meletus pada tahun 1950 ketika Korea Utara menginvasi Korea Selatan, yang menyebabkan konflik sengit selama tiga tahun. Perang berakhir pada tahun 1953 dengan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani di Panmunjom, tetapi tidak ada perjanjian damai yang menyusul, sehingga kedua Korea secara teknis masih berperang.

    Meskipun beberapa periode detente telah terjadi, termasuk pertemuan puncak simbolis dan kerja sama perdagangan, periode tersebut gagal menghasilkan perdamaian permanen atau jalan menuju reunifikasi.

    Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung, yang menjabat awal tahun ini, telah mengisyaratkan minatnya untuk menghidupkan kembali dialog.

    “Jalan terkuat menuju keamanan adalah membangun bangsa yang tidak akan pernah perlu berperang -- dengan membangun perdamaian,” kata Lee dalam pidato publiknya.

    Tak lama kemudian, Korea Utara dilaporkan menghentikan siaran propaganda perbatasannya, yang memicu spekulasi tentang potensi mencairnya hubungan.


    1. Awal Mula Upaya Rekonsiliasi

    Melansir

     Anadolu 

    , Sarah Son, dosen senior Studi Korea di Universitas Sheffield, mengatakan kepada Anadolu bahwa upaya rekonsiliasi pertama yang bermakna terjadi pada tahun 1972, ketika kedua pemerintah menandatangani komunike bersama di bawah Presiden Korea Selatan Park Chung-hee.

    Perjanjian tersebut menjanjikan reunifikasi damai dan non-intervensi, tetapi akhirnya runtuh karena ketidakpercayaan satu sama lain.

    Baca Juga: Konflik Dinasti Thaksin dan Hun Sen Picu Perang 2 Negara?


    2. Diganjal Program Nuklir Korea Utara

    Upaya diplomatik baru muncul pada tahun 1990-an setelah transisi Korea Selatan ke pemerintahan sipil.

    Tonggak penting lainnya adalah Perjanjian Dasar 1992 -- yang secara resmi dikenal sebagai Perjanjian tentang Rekonsiliasi, Non-Agresi, dan Pertukaran dan Kerja Sama.

    Namun, kemajuan terhenti di tengah perselisihan mengenai implementasi dan meningkatnya kekhawatiran atas program nuklir Korea Utara.


    3. Era Keterlibatan Kebijakan Sinar Matahari

    Melansir

     Anadolu 

    , di bawah Presiden Kim Dae-jung, peluncuran "Kebijakan Sinar Matahari" pada tahun 1998 menandai dorongan yang lebih ambisius untuk rekonsiliasi.

    Inisiatif tersebut menghasilkan pertemuan puncak antar-Korea pertama pada tahun 2000 antara Kim dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-il.

    Periode tersebut menyaksikan perluasan kerja sama ekonomi dan pariwisata, termasuk pembukaan Gunung Kumgang di Korea Utara untuk pengunjung Korea Selatan.

    "Kebijakan Sinar Matahari juga memungkinkan keluarga yang terpisah sejak Perang Korea untuk bersatu kembali," kata Son.

    Namun momentum kebijakan tersebut menurun setelah tahun 2008, karena pemerintahan konservatif di Seoul mengubah arahnya. Upaya penjangkauan selanjutnya menghadapi tantangan baru, termasuk pandemi COVID-19 dan perluasan program senjata Pyongyang.


    4. Reunifikasi Bukan Lagi Tujuan Generasi

    Son mengatakan kekecewaan yang berulang telah mengikis kepercayaan publik terhadap rekonsiliasi.

    “Warga Korea Selatan telah berkali-kali disuguhi visi rekonsiliasi yang penuh harapan, hanya untuk kemudian menghadapi kekecewaan,” ujarnya.

    Dukungan untuk reunifikasi, tambahnya, kini berfluktuasi dan memudar dengan cepat.

    “Generasi muda tidak lagi memandang reunifikasi sebagai sebuah cita-cita,” ujarnya. “Mereka tidak ingat Perang Korea. Orang tua mereka juga tidak. Itu adalah cita-cita yang memudar.”

    Son mengatakan biaya reunifikasi—terutama modernisasi ekonomi dan infrastruktur Korea Utara—juga berperan dalam ketidakpedulian publik.

    “Meningkatkan infrastruktur Korea Utara ke standar Korea Selatan akan sangat mahal,” ujarnya. “Hal itu tidak lagi dianggap praktis atau diinginkan oleh sebagian besar masyarakat Korea Selatan.”

    (ahm)

    Komentar
    Additional JS