Rusia Siap Secara Resmi Menyatakan Tak Akan Menyerang NATO, Intelijen AS Mewanti-wanti - Tribunnews
Rusia Siap Secara Resmi Menyatakan Tak Akan Menyerang NATO, Intelijen AS Mewanti-wanti - Tribunnews.com
Ringkasan Berita:
- Rusia siap untuk secara resmi menyatakan tidak berniat menyerang Uni Eropa atau NATO
- Namun intelijen AS menilai Putin masih berambisi merebut seluruh Ukraina dan wilayah bekas Soviet.
- Presiden AS Donald Trump mendorong kesepakatan damai, termasuk usulan agar Ukraina menarik pasukan dari sebagian Donetsk, tetapi ditolak oleh Zelensky.
TRIBUNNEWS.COM – Wakil Menteri Luar Negeri Rusia mengatakan, Moskow siap untuk secara resmi mengonfirmasi bahwa mereka tidak berniat menyerang Uni Eropa atau NATO.
Pernyataan itu dilaporkan kantor berita negara RIA dan dikutip The Guardian, Senin (22/12/2025).
Namun, di balik pernyataan tersebut, badan intelijen Amerika Serikat justru mengeluarkan peringatan keras.
Seperti dilaporkan Daily Mail, mengutip enam sumber yang mengetahui penilaian intelijen rahasia AS, Presiden Rusia Vladimir Putin disebut belum meninggalkan tujuan utama perangnya.
Tujuan itu mencakup upaya merebut seluruh Ukraina serta menguasai kembali sebagian wilayah Eropa yang pernah berada di bawah kekuasaan Uni Soviet, meskipun proses negosiasi untuk mengakhiri perang masih berlangsung.
Temuan tersebut, bertentangan dengan penyangkalan berulang Putin bahwa Rusia merupakan ancaman bagi Eropa, serta pandangan utusan perdamaian Trump yang bersikeras bahwa Putin ingin mengakhiri konflik.
Salah satu sumber menyebut, laporan intelijen terbaru tersebut berasal dari akhir September, dan kesimpulan AS tetap konsisten sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada 2022.

Penilaian intelijen Amerika Serikat itu, juga sejalan dengan kekhawatiran lama para pemimpin dan badan intelijen Eropa, yang meyakini Putin tidak hanya mengincar Ukraina, tetapi juga wilayah negara-negara bekas blok Soviet lainnya, termasuk anggota NATO.
“Intelijen selalu menunjukkan bahwa Putin menginginkan lebih,” kata Mike Quigley, anggota Partai Demokrat dari Komite Intelijen DPR AS.
“Orang Eropa yakin akan hal itu. Orang Polandia benar-benar yakin akan hal itu. Negara-negara Baltik merasa merekalah yang pertama kali akan diserang.”
Kepala intelijen militer Ukraina (GUR), Letnan Jenderal Kyrylo Budanov, juga merasakan keresahan yang sama.
Ia mengklaim memiliki bocoran terkait rencana perang Rusia.
Dalam sebuah acara LB Club pada 19 Desember 2025, Budanov menyebut, Presiden Rusia Vladimir Putin akan memicu Perang Dunia III dalam waktu kurang lebih satu tahun.
Dilansir Express UK, Putin bermaksud menduduki tiga negara anggota NATO sekaligus Uni Eropa, yakni Estonia, Latvia, dan Lithuania, pada 2027, kata Budanov.
Rusia juga disebut akan menyerang Polandia, dengan hanya menghantam negara tersebut tanpa langsung bermaksud melakukan invasi penuh.
“Menurut rencana utama, Federasi Rusia seharusnya siap untuk memulai operasi pada tahun 2030,” kata Budanov, yang pasukannya memimpin banyak serangan di wilayah Rusia.
“Sekarang rencana itu telah disesuaikan, direvisi untuk mempercepat tenggat waktu menjadi tahun 2027,” ujarnya.
Tindakan militer Rusia untuk menyerang atau menginvasi negara-negara NATO akan memicu penerapan Pasal 5 aliansi tersebut.
Pasal 5 NATO menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota, sehingga mewajibkan negara lain untuk membantu, termasuk dengan kekuatan bersenjata, guna memulihkan keamanan.
Dalam konteks ini, langkah tersebut akan dianggap sebagai pemicu perang skala penuh.
Budanov mengatakan, Putin memandang Rusia sebagai sebuah “kekaisaran” yang perlu terus berekspansi.
“Agar sebuah kekaisaran dapat berkembang, Anda harus selalu bergerak ke suatu tempat untuk memperluas pengaruh dan wilayah,” kata kepala intelijen tersebut.
Saat ini, Rusia menduduki sekitar 20 persen wilayah Ukraina, termasuk sebagian besar Luhansk dan Donetsk, serta sebagian wilayah Zaporizhzhia dan Kherson, dan Krimea, semenanjung strategis di Laut Hitam yang direbut pada 2014.
Putin mengklaim, Krimea dan empat provinsi tersebut sebagai bagian dari wilayah Rusia.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dilaporkan menekan Ukraina untuk menarik pasukan yang tersisa dari sebagian kecil wilayah Donetsk sebagai bagian dari kesepakatan damai yang diusulkan.
Informasi ini disampaikan oleh dua sumber yang mengetahui pembicaraan tersebut.
Permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky serta sebagian besar masyarakat Ukraina.
“Tim presiden telah membuat kemajuan luar biasa dalam upaya mengakhiri perang, dan Trump telah menyatakan bahwa kesepakatan damai kini lebih dekat dari sebelumnya,” kata seorang pejabat Gedung Putih, yang menolak menanggapi peringatan intelijen tersebut.
Upaya Perdamaian Rusia-Ukraina
Sementara itu, para negosiator Trump, yakni menantu laki-lakinya Jared Kushner dan pengembang properti miliarder Steve Witkoff, telah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk menyusun rencana perdamaian 20 poin bersama pejabat Ukraina, Rusia, dan Eropa.
Meski pejabat AS bersikeras bahwa kemajuan telah dicapai, perbedaan tetap muncul, terutama terkait isu wilayah.
Kushner dan Witkoff bertemu para negosiator Ukraina di Miami pada Jumat (19/12/2025) dan diperkirakan akan menggelar pembicaraan dengan perwakilan Rusia pada akhir pekan, menurut seorang pejabat Gedung Putih.
Di sisi lain, para negosiator AS, Ukraina, dan Eropa dilaporkan mencapai "jaminan keamanan yang kuat" dengan dukungan AS.
Empat diplomat Eropa dan dua sumber yang mengetahui isu tersebut mengatakan jaminan keamanan itu, yang bertujuan mencegah agresi Rusia di masa mendatang, akan mulai berlaku setelah perjanjian perdamaian ditandatangani.
Namun, detailnya masih menjadi perdebatan.
Seorang sumber dan seorang diplomat mengatakan jaminan tersebut bergantung pada persetujuan Zelensky untuk menyerahkan wilayah kepada Rusia, sesuatu yang telah berulang kali ia tolak.
Diplomat lain menegaskan bahwa opsi alternatif masih terus dieksplorasi.
Dalam proposal tersebut, pasukan keamanan yang sebagian besar berasal dari negara-negara Eropa akan dikerahkan di negara-negara tetangga dan di dalam Ukraina, jauh dari garis depan, untuk membantu mencegah agresi Rusia di masa mendatang.
Militer Ukraina juga akan dibatasi hingga sekitar 800.000 personel, menurut satu sumber, meskipun beberapa diplomat menyebut Rusia menginginkan jumlah yang lebih rendah.
Inggris akan memberikan dukungan intelijen dan bantuan lainnya.
Paket jaminan tersebut juga memerlukan ratifikasi Senat AS. Dua sumber menyebut rencana Washington mencakup patroli udara di atas Ukraina yang didukung AS.
Zelensky sendiri menyampaikan sikap hati-hati pada Kamis lalu.
“Ada pertanyaan yang masih belum bisa saya dapatkan jawabannya: apa sebenarnya yang akan dilakukan oleh jaminan keamanan ini?” ujarnya.
Apakah Putin akan menerima jaminan tersebut masih sangat tidak pasti, mengingat ia berulang kali menolak keberadaan pasukan asing di wilayah Ukraina.
Beberapa tokoh dalam pemerintahan Trump secara tertutup mengakui bahwa Putin mungkin tidak bersedia menerima apa pun selain kemenangan total.
“Saya tidak tahu apakah Putin ingin membuat kesepakatan atau ingin mengambil seluruh negara,” kata Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Jumat.
“Kita tahu apa yang ingin mereka capai sejak awal perang dimulai. Mereka belum mencapai tujuan tersebut.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)