Jenderal Ukraina Sebut Perang Dunia III Bisa Pecah dalam Setahun, Putin Akan Menyerang 3 Negara NATO - Tribunnews
Jenderal Ukraina Sebut Perang Dunia III Bisa Pecah dalam Setahun, Putin Akan Menyerang 3 Negara NATO - Tribunnews.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Presiden-Rusia-Vladimir-P1utin-saat-Valdai-Discussio.jpg)
Ringkasan Berita:
- Kepala intelijen Ukraina, Kyrylo Budanov, menyebut Rusia berencana mempercepat operasi militer untuk menduduki negara Baltik pada 2027 dan menyerang Polandia.
- Langkah ini diperkirakan akan memicu Pasal 5 NATO yang berarti perang skala penuh antaranggota aliansi.
- Rusia juga meningkatkan produksi rudal hipersonik dan uji coba senjata nuklir, menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi menuju Perang Dunia III.
TRIBUNNEWS.COM – Kepala intelijen militer Ukraina (GUR), Letnan Jenderal Kyrylo Budanov, mengklaim memiliki bocoran terkait rencana perang Rusia.
Dalam sebuah acara LB Club pada 19 Desember 2025, Budanov menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin akan memicu Perang Dunia III dalam waktu kurang lebih satu tahun.
Dilansir Express UK, Putin bermaksud menduduki tiga negara anggota NATO sekaligus Uni Eropa, yakni Estonia, Latvia, dan Lithuania, pada 2027, kata Budanov.
Rusia juga disebut akan menyerang Polandia, dengan hanya menghantam negara tersebut tanpa langsung bermaksud melakukan invasi penuh.
“Menurut rencana utama, Federasi Rusia seharusnya siap untuk memulai operasi pada tahun 2030,” kata Budanov, yang pasukannya memimpin banyak serangan di wilayah Rusia.
“Sekarang rencana itu telah disesuaikan, direvisi untuk mempercepat tenggat waktu menjadi tahun 2027,” ujarnya.
Tindakan militer Rusia untuk menyerang atau menginvasi negara-negara NATO akan memicu penerapan Pasal 5 aliansi tersebut.

Pasal 5 NATO menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota, sehingga mewajibkan negara lain untuk membantu, termasuk dengan kekuatan bersenjata, guna memulihkan keamanan.
Dalam konteks ini, langkah tersebut akan dianggap sebagai pemicu perang skala penuh.
Budanov mengatakan Putin memandang Rusia sebagai sebuah “kekaisaran” yang perlu terus berekspansi.
“Agar sebuah kekaisaran dapat berkembang, Anda harus selalu bergerak ke suatu tempat untuk memperluas pengaruh dan wilayah,” kata kepala intelijen tersebut.
Di sisi lain, Putin disebut terhimpit oleh Amerika Serikat di kawasan Pasifik serta oleh China dan wilayah Arktik di tempat lain.
“Hanya Barat yang tersisa,” kata Budanov.
Ia menambahkan bahwa Putin kerap menggambarkan negara-negara Eropa sebagai negara yang lapar, sakit, lemah, dan ragu-ragu.
Ketiga negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania) yang semuanya merupakan bekas republik Soviet, akan berada di bawah pendudukan Rusia, menurut rencana pertempuran tersebut.
“Polandia saat ini, menurut rencana yang kami ketahui, hanya dianggap sebagai target serangan, untuk kampanye militer tanpa penaklukan,” katanya.
Rusia berbatasan langsung dengan tiga negara Baltik, demikian pula dengan Polandia.
Sementara itu, Putin menolak mengesampingkan kemungkinan aksi militer baru ketika ditanya oleh BBC dalam sesi tanya jawab tahunan pada Jumat (20/12/2025).
Namun, ia menyebut syaratnya adalah Barat harus tunduk pada tuntutan Rusia.
“Tidak akan ada operasi jika Anda memperlakukan kami dengan hormat, jika Anda mempertimbangkan kepentingan kami, sebagaimana kami selalu berusaha menghormati kepentingan Anda,” kata Putin.
“Dan jika Anda tidak menipu kami, seperti yang terjadi dalam perluasan NATO ke arah timur.”
Putin mengklaim para pemimpin Barat menciptakan situasi ini sendiri dan terus menambah ketegangan dengan mengatakan bahwa mereka tengah bersiap untuk perang dengan Rusia.
Rusia Persiapkan Rudal Hipersonik
Selain negara-negara Baltik yang disebut berpotensi menjadi target invasi, Moskow juga dilaporkan mulai meningkatkan produksi rudal hipersonik.
Mengutip The Economic Times, senjata jarak menengah tersebut mampu menyerang target hingga jarak 3.415 mil (5.497 km), yang berarti seluruh wilayah Eropa, bahkan Amerika Serikat bagian barat, berpotensi berada dalam jangkauannya.
Uji coba rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik yang sukses menjadi eskalasi lainnya.
Uji coba itu dijuluki “Chernobyl Terbang” karena memancarkan gas buang radioaktif dari reaktor yang tidak terlindungi.
Uji coba yang dilakukan pada 21 Oktober tersebut memperlihatkan rudal terbang selama 15 jam tanpa henti dan menempuh jarak 14.000 kilometer.
Putin menyebut jangkauan sebenarnya bisa “tidak terbatas”.
Klaim Presiden Rusia bahwa negaranya kini memiliki persenjataan nuklir tingkat tertinggi di dunia disebut sebagai peringatan mengerikan akan Perang Dunia Ketiga, menurut The Mirror.
Ancaman terbaru Putin untuk memperluas perang ke Eropa sejalan dengan sejarah puluhan tahun gertakan Rusia (dan Uni Soviet) terhadap Barat, tulis The i Paper.
“Namun hal itu juga memunculkan pertanyaan apakah presiden Rusia, yang telah mengubah negaranya menjadi ekonomi perang secara de facto, memiliki sumber daya militer dan keuangan untuk mengejar konflik yang lebih luas di Eropa.”
Kekhawatiran di Eropa adalah bahwa pergeseran kebijakan pemerintahan Donald Trump yang lebih condong ke Rusia hanya akan memperkuat upaya militer Moskow di kawasan tersebut dan mendorong Putin untuk menyerang NATO berikutnya, menurut Politico.
Para pejabat Eropa menilai ambisi Putin tidak akan berhenti di Ukraina.
Jika Rusia mengambil tindakan militer terhadap negara anggota NATO mana pun, hal itu akan menyeret aliansi militer tersebut ke dalam konflik besar-besaran.
Dalam skenario tersebut, Rusia juga dapat meminta sekutunya untuk bergabung dalam perang global.
“Para analis serius menyatakan kekhawatiran bahwa Rusia dapat meningkatkan eskalasi dan dunia, seperti yang telah terjadi berkali-kali dalam era perang massal, berpotensi terjerumus ke dalam konflik yang meluas,” tulis The New Statesman.
"Namun, pada kenyataannya, ancaman yang paling mungkin datang dari Rusia bukanlah invasi skala penuh, melainkan uji coba berupa tindakan ambigu dan rumit yang berpotensi memecah belah NATO dan mendiskreditkan aliansi tersebut," tulis penulis dan jurnalis Inggris Edward Lucas di The Times.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)