Putra Netanyahu Tuding Panglima Militer Israel Melakukan Pemberontakan di Gaza | SINDONEWS
Dunia Internasional ,Konflik Timur Tengah ,
Putra Netanyahu Tuding Panglima Militer Israel Melakukan Pemberontakan di Gaza | Halaman Lengkap

Eyal Zamir dituding putra PM Benjamin Netanyahu melakukan pemberontakan. Foto/X/@AmitSegal
- Ketegangan di puncak kepemimpinan
Israelmeningkat tajam. Itu ditunjukkan dengan putra Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Yair Netanyahu, menuduh panglima militer merencanakan "pemberontakan."
Sementara Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben-Gvir melaporkan bahwa Yair Netanyahu melontarkan kritik pedas kepada Kepala Staf Eyal Zamir setelah harian Israel Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa perselisihan antara perdana menteri dan para jenderal senior mengenai rencana merebut kembali Gaza telah mencapai "titik didih".
"Jika orang yang mendiktekan twit itu adalah orang yang kita semua pikirkan, ini tidak lebih dari sebuah pemberontakan dan kudeta militer yang mengingatkan pada republik pisang di tahun 1970-an. Ini benar-benar kriminal," tulis Yair di X, menanggapi unggahan analis militer Yossi Yehoshua yang mendesak Netanyahu untuk menjelaskan biaya dari langkah tersebut.
Hanya beberapa jam kemudian, Ben-Gvir memberikan tanggapan, menuntut Zamir untuk secara terbuka menegaskan kesetiaannya kepada kepemimpinan Netanyahu.
"Kepala staf harus dengan jelas menyatakan bahwa dia akan sepenuhnya mematuhi instruksi kepemimpinan politik, bahkan jika keputusannya adalah untuk menduduki Gaza," kata Ben-Gvir.
Menteri Luar Negeri Gideon Saar juga meminta Panglima Angkatan Darat untuk menyampaikan pendapatnya mengenai pendudukan kembali Gaza kepada pimpinan politik.
“Kepala Staf Angkatan Darat diharuskan menyampaikan pendapat profesionalnya secara jelas dan tegas kepada eselon politik. Saya yakin beliau akan melakukannya,” ujar Saar di akun X miliknya.
Diplomat tinggi tersebut mengatakan Zamir tidak perlu mengklarifikasi subordinasi angkatan darat terhadap keputusan pemerintah, karena hal itu “sudah jelas, terutama bagi seseorang yang telah mengabdi kepada negara dengan seragam militer selama puluhan tahun.”
Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid, di sisi lain, menyuarakan dukungannya kepada Zamir meskipun ia menentang pendudukan kembali Gaza sepenuhnya.
Baca Juga: Diplomat Rusia Diserang Pemukim Israel di Tepi Barat, Kremlin Marah Besar!
Dalam sebuah unggahan di X, Lapid menyebut serangan terhadap Zamir “pengecut dan tidak realistis,” dan menambahkan bahwa kritik semacam itu “merugikan angkatan darat selama masa perang.”
Perselisihan ini terjadi ketika Channel 12 melaporkan bahwa Netanyahu telah memutuskan, dengan dukungan AS, untuk melanjutkan pendudukan kembali Gaza secara penuh, dengan menargetkan wilayah-wilayah yang diyakini menampung tawanan Israel.
Meskipun militer belum mengeluarkan pernyataan resmi, pada hari Senin mereka telah mencabut tindakan darurat yang telah memperpanjang masa tugas tentara reguler selama empat bulan sejak 7 Oktober. Para analis mengatakan keputusan tersebut menandakan penghentian secara de facto operasi darat yang sedang berlangsung, yang dimulai pada 17 Mei tetapi gagal mencapai tujuannya untuk membubarkan Hamas atau mengamankan pembebasan tawanan.
Yedioth Ahronoth mencatat penarikan mundur ini "mencerminkan apa yang diyakini banyak orang di militer bahwa perang secara efektif telah berakhir beberapa bulan yang lalu," yang selanjutnya mengurangi jumlah pasukan reguler yang masih beroperasi di Gaza.
Perselisihan ini menyusul pengungkapan oleh Haaretz bahwa Netanyahu telah mempresentasikan sebuah rencana, "dengan persetujuan Amerika," untuk pendudukan kembali wilayah kantong tersebut. Perdebatan ini semakin memanas setelah Presiden AS Donald Trump menyebut penarikan pasukan Israel dari Gaza pada tahun 2005 sebagai "kesalahan", mengisyaratkan bahwa ia memiliki "rencana yang jelas" untuk wilayah kantong tersebut, tetapi menolak untuk mengungkapkan detailnya.
Melansir Middle East Monitor, para pejabat Israel mengatakan Netanyahu akan mengumpulkan para pemimpin politik dan militer pada hari Selasa untuk membahas "pilihan" bagi Gaza setelah gagalnya perundingan gencatan senjata tidak langsung dengan Hamas.
Tentara Israel, yang menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, telah melancarkan serangan brutal di Gaza sejak 7 Oktober 2023, menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina, hampir setengahnya perempuan dan anak-anak. Kampanye militer Israel telah menghancurkan wilayah kantong tersebut dan membawanya ke ambang kelaparan.
November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perangnya di wilayah kantong tersebut.
(ahm)